Minggu ke-14
Performance
Measurement
•
Pengertian Tolok
Ukur dan Pengukuran Kinerja (Kualitatif & Kuantitatif)
•
Pengertian dan
Pengukuran Tolok Ukur Efisiensi Persediaan (Turnover Ratio, Inventory Level,
Surplus & Dead Stock Ratio, Rasio Persediaan dan Pendapatan)
•
Pengertian dan
Pengukuran Tolok Ukur Efektivitas persediaan (Service Level Ratio)
•
Pengertian dan
penggunaan Benchmark dalam pengukuran kinerja persediaan
Tolok Ukur Kinerja
•
Untuk menilai kinerja suatu fungsi diperlukan ukuran
tertentu, dan dalam hal ini tentu saja dibutuhkan suatu ukuran kinerja. Ukuran
kinerja seringkali disebut dengan tolok ukur kinerja yang adalah suatu ukuran
untuk mengetahui seberapa jauh suatu pekerjaan itu dilaksanakan dengan baik.
Apakah cukup efektif, cukup efisien, seberapa jauh efektivitas dan
efisiensinya?
•
Umumnya, tolok ukur kinerja ada dua yaitu tolak ukur
kualitatif dan tolok ukur kuantitatif. Kedua tolok ukur ini saling melengkapi,
dan bukan saling mengganti.
•
Tolok ukur kualitatif biasanya menggunakan bahasa atau
deskripsi non kuantitatif.
•
Tolok ukur kuantitatif menggunakan angka, kurva dan
sejenisnya yang bersifat kuantitatif.
•
Dengan kata lain tidak cukup menggunakan tolok ukur
kualitatif atau kuantitatif saja, tetapi sebalikanya menggunakan keduanya.
Tolok Ukur Kualitatif
Adalah tolok ukur yang cara
menggambarkannya dilakukan dengan penjelasan atau deskripsi kata-kata, tidak
menggunakan deskripsi angka, misalnya dengan hanya menggunakan
ungkapan-ungkapan sbb:
• Pekerjaannya dilakukan dengan cukup bagus
• Kali ini prestasinya bagus sekali
• Bulan ini kinerjanya kurang efisien
• Tahun ini kinerjanya lebih jelek
• Bulan ini hasilnya sedikit lebih baik
Kelemahannya:
• Seringkali terlalu subyektif
• Tergantung dari kondisi penilai (gairah, latar belakang, persepsi,
pendidikan, pengalaman, dan sebagainya)
• Seringkali tidak konsisten dari waktu ke waktu
• Kurang objektif
• Pergantian penilai menimbulkan kesulitan dalam kesinambungan penilaian
• Terbatas kemampuannya untuk pengambilan keputusan manajemen
Keunggulannya:
• Tidak semua prestasi pekerjaan dapat diukur secara kualitafif, misalnya:
• Kesetiaan pada perusahaan
• Sifat hubungan dengan bawahan/kolega/atasan
• Tingkat tanggung jawab
• Kejujuran
• Kepemimpinan
• Bagaimanapun juga manusia bukanlah mesin sehingga penilaian terhadap
pengembahan kepribadian dan hal-hal sejenis itu masih memerlukan penilaian yang
bersifat kualitatif.
Tolok Ukur Kuantitatif
Adalah cara mengukur kinerja
dengan deskripsi angka, kurva, dan lain-lain cara yang bersifat kuantitatif,
sehingga memang benar-benar dapat diukur secara lebih nyata.
Keunggulan
• Pengukuran dapat dilakukan dengan lebih mudah
• Perkembangan dari waktu ke waktu lebih mudah diketahui dan diukur
• Tingkat perkembangan atau perubahan dapat diukur
• Perbandingan dengan data lain lebih mudah dilakukan
• Lebih objektif karena tidak tergantung dari selera pribadi
• Pergantian penilai tetap dapat diteruskan dan dihubunkan secara konsisten
• Lebih banyak berguna untuk pengambilan keputusan
Kelemahan
• Kurang dapat menangkap dan mengukur sifat-sifat orang yang diperlukan juga
dalam menjalankan pekerjaan, karena selalu ada interaksi antarmanusia, yang
penilaian-penilainnya hanya dapat dilakukan secara kualitatif.
TOLOK UKUR KINERJA MANAJEMEN PERSEDIAAN
Dalam manajemen persediaan
barang, pengukuran dilakukan umumnya untuk setiap bidang kegiatan, karena
fungsi pengelolaan barang meliputi beberapa fungsi pokok yaitu;
1. Pengendalian persediaan
2. Pembelian
3. Pergudangan
4. Angkutan
Tolok ukur kinerja
pembelian, pergudangan dan angkutan tidak akan banyak dibahas dan akan dibahas
mendalam pada materi manajemen bersangkutan
1. Tolok Ukur Pengendalian Persediaan
Dalam pengendalian
persediaan ada dua tolok ukur kinerja utama yang perlu diperhatikan yaitu tolok
ukur efisiensi (daya guna) dan tolok ukur efektivitas (hasil guna).Tolok ukur
efisiensi mengukur tingkat efisiensi pengelolaan barang di persediaan atau
seberapa jauh persediaan barang dikelola secara efisien, yaitu kaitannya dengan
keekonomian, pemborosan, pengorbanan, biaya dan hal-hal lain yang serupa.Tolok
ukur efektivitas pengelolaan barang menggambarkan seberapa jauh persediaan
barang berguna atau mendukung operasi perusahaan. Beberapa contoh tolok ukur
yang dimaksudsbb;
Ada dua tolok ukur yang
perlu diperhatikan yaitu
a.
Tolok ukur efisiensi (daya
guna); mengukur tingkat efisensi pengelolaan barang di persediaan
Contoh:
• Perputaran barang atau turn over ratio (TOR)
• Tingkat persediaan
• Rasio persediaan surplus
• Rasio persediaan mati
• Rasio persediaan dan pendapatan
b. Tolok ukur efektivitas (hasil guna); mengukur seberapa jauh persediaan
barang berguna atau mendukung operasi perusahaan.
Contoh:
• Rasio layanan untuk keperluan rutin
• Rasio layanan untuk keperluan khusus
• Dari contoh diatas, yang dianggap paling utama dan paling penting adalah
turn over ratio (TOR) dan rasio layanan. Namun konsep TOR sudah mulai
ditinggalkan dan diganti dengan rasio antara persediaan dan pendapatan. Yang
lainnya disebut tolok ukur penunjang.
2. Tolok Ukur Manajemen Persediaan
Kinerja fungsi atau manajemen pembelian dapat diukur sekurang-kurangnya
dari tiga segi yaitu harga barang/jasa yang dibeli, efisiensi proses pembelian
dan efektivitas fungsi pembelian dengan penjelasan singkat sbb:
- Harga barang/jasa yang dibeli
Pengukuran dapat dilakukan dengan membandingkan dengan pembelian-pembelian
pada kurun waktu sebelumnya, dengan harga yang dibeli oleh
perusahaan-perusahaan lain, dsb.
- Efisiensi proses pembelian
Efisiensi menyangkut biaya pembelian, kecepatan pembelian, penggunaan
staf atau tenaga pembelian, ketepatan kedatangan barang, dsb.
- Efektivitas fungsi pembelian
Seberapa jauh yang dibeli itu betul-betul sesuai dengan keperluan dan
dipergunakan dalam operasi perusahaan.
3. Tolok Ukur Pengelolaan
Pergudangan
- Rasio biaya pergudangan dan biaya logistik; menunjukkan efisiensi pengelolaan
gudang dan dapat dibandingkan dengan perusahaan lain
- Rasio penggunaan luas/volume gudang dan kapasitas gudang; Rasio yang
paling ideal adalah yang mendekati 100% karena hampir seluruh kapasitas
gudang dimanfaatkan.
- Biaya pengelolaan pergudangan per m3 ruangan; menunjukkan efisiensi
pengelolaan gudang milik sendiri yang dapat dibandingkan dengan biaya
penyewaan gudang di luar untuk mengetahui tingkat efisiensi pengelolaan
gudang sendiri
- Tolok Ukur Manajemen Angkutan
1. Rasio biaya angkutan dengan harga barang yang diangkut; dapat
dibandingkan dari tahun ke tahun dan juga dati berbagai cara, misalnya
diserahkan kepada penjual atau diurus angkutannya sendiri secara kontrak dengan
forwarding agent.
2. Rasio penggunaan armada angkutan dan kapasitaqs seluruh armada angkutan;
menunjukkan tingkat utilisasi dan efisiensi penggunaan armada angkutan. Makin
tinggi rasio ini berarti makin tinggi efisiensi pemanfaatan armada angkutan dan
demikian pula sebaliknya.
3. Biaya pemeliharaan alat angkut; dapat dibandingkan dari tahun ke tahun
untuk menunjukkan kemajuan atau kemunduruan dalam efisiensi dan dapat pula
dibandingkan dengan perusahaan sejenis.
4. Biays operasi alat angkut; dapat dibandingkan secara horizontal maupun
vertical untuk melihat efisiensi perusahaan.
5. Biaya angkut barang per kilometer
per kg atau m3; untuk membandingkan apakah akan menggunakan angkutan
sendiri atau menggunakan angkutan perusahaan lain. Data ini dapat juga
dbandingkan dari tahun ke tahun untuk mengetahui apakah ada perubahan dalam
efisiensi.
RASIO PERPUTARAN PERSEDIAAN
• Tolok ukur efisiensi yang utama adalah rasio perputaran persediaan / Turn
Over Ratio (TOR). TOR adalah rasio antara pengeluaran / penggunaan / penjualan
dan persediaan. Makin tinggi TOR berarti makin cepart perputaran persediaan
yang berarti pula pemanfaatan investasi makin tinggi atau makin efisien. Makin
rendah TOR berarti perputaran modal atau investasi makin lambat dan makin tidak
efisien.
Contoh:
• Nilai persediaan akhir tahun 2001 USD
250.000
• Nilai pemakaian barang selama 2001 USD
200.000
TOR
(akhir 2001) = Nilai pemakaian
selama 2001 ($)
Nilai persediaan akhir 2001 ($)
= US$ 200.000
US$ 250.000
= 0.80 kali
•
Apabila TOR pada akhir tahun 2002 mencapai 0,75 kali,
berarti pengelolaan persediaan tahun 2001 lebih efisien daripada pengelolaan
persediaan tahun 2002.
•
Dengan demikian dapat disimpulkan TOR terendah adalah
0 (berarti tidak pernah ada pemakaian selama kurun waktu 1 tahun) dan TOR
tertinggi adalah “tidak terhingga” yang berarti tidak ada (tidak diperlukan)
persediaan sama sekali. Artinya, atau barang begitu datang langsung dipakai
sehingga tidak sempat menumpuk di gudang. Contoh nilai TOR yang mendekati tak
terhingga ialaha pelaksanaan pengelolaan persediaan tepat waktu yang didukung
dengna pelaksanaan pembelian tepat waktu yang berlakuk secara penuh.
•
Perhitungan nilai persediaan dapat atas dasar nilai
suatu waktu tertentu, tetapi dapat juga sebagai nilai rata-rata persediaan dalam tahun tertentu.
Jadi nilai persediaan akhir tahun dapat diganti dengan nilai persediaan
rata-rata sepanjang tahun atau nilai rata-rata setiap akhir bulan tahun bersangkutan.
•
Konsep TOR dapat diekspresikan dalam bentuk lain yaitu
Tingkat Persediaan, yang dinyatakan dalam “bulan pemakaian”. Dengan menggunakan
contoh diatas, maka TOR 0,80 kali dapat diterjemahkan menjadi sbb:
Tingkat Persediaan = Nilai persediaan ($)
Nilai pemakaian rata-rata / bulan ($)
= US$ 250.000
US$ 200.000/12
= 15 bulan
(pemakaian)
•
Dengan cara yang sama dapat dihitung bahwa tingkat
persediaan untuk tahun 2002 adalah 16 bulan pemakaian. Kesimpulan yang dapat
diambil tetap sama, yaitu perngelolaan persediaan tahun 2001 lebih efisien
daripada tahun 2002 karena persediaan hanya cukup untuk 15 bulan pemakaian,
sedangkan untuk tahun 2000 untuk 16 bulan pemakaian.
RASIO PERSEDIAAN DAN PENDAPATAN
Seiring pengembangan manajemen barang di lingkungan
yang diwarnai oleh persaingan global yang makin ketat, dan dengan
dikembangkannya manajemen logistic dalam konsep manajemen rantai pasokan
(supply chain management), makin banyak perusahaan yang menggunakan konsep lain
dalam mengukur kinerja pengendalian persediaan. Konsep baru yang dikembangkan
ialah dengan membandingkan tingkat atau nilai persediaan barang dengan nilai
pendapatan (revenue) yang diperoleh. Beberapa pertimbangan ang melatarbelakangi
pengembangan konsep ini adalah:
1.
TOR lebih merupakan tolok ukur sementara atau antara
dan kurang memberikan ukuran efisiensi yang sebenarnya
2.
Efisiensi sebenarnya akan terlihat kalau dibandingkan
dengan pendapatan perusahaan dan bukan penjualan, karena tujuan akhir
sebetulnya adalah pendapatan, sedangkan penjualan adalah tujuan antara.
3.
Dalam konsep SBU (strategic business unit), para
manajer biasanya dituntut untuk mencapai pendapatan dan keuntungan tertentu
(meskipun juga melalui target penjualan tertentu).
·
Tolok ukur baru tersebut tidak hanya digunakan untuk
mengukur kinerja manajemen persediaan, tetapi juga telah digunakan untuk
benchmarking dan untuk memperoleh keunggulan kompetitif yang selalu diusahakan
oleh semua perusahaan. Cara menghitung tolok ukur kuantitatif jenis ini cukup
mudah, yaitu hanya membandingkan antara nilai persediaan rata-rata dalam satu
tahun dengan nilai pendapatan dalam tahun yang bersangkutan.
Nilai persediaan rata-rata
tahun 2001 : USD 135.500.000
Jumlah pendapatan selama tahun
2001 : USD 200.000.000
Jadi, rasio persediaan dan
pendapatan : 61,75%
·
Makin kecil jumlah rasio ini, pengelolaan persediaan
dianggap makin efisien, demikian pula sebaliknya. memperbesar jumlah pendapatan
lebih sulit daripada memperkecil persediaan, jadi strategi yang lebih mudah
ditempuh ialah memperkecil persediaan. Inilah tugas manajemen persediaan
barang.
TINGKAT LAYANAN
•
Rasio layanan menunjukkan rasio atau perbandingan dari
dua ukuran tertentu, dan tingkat layanan menunjukkan tingkat pelayanan
tertentu. Rasio layanan adalah perbandingan antara jumlah/nilai permintaan yang
dapat dipenuhi dari persediaan dan jumlah/nilai seluruh permintaan dari
pemakai. Makin tinggi rasio layanan, berarti persediaan makin mampu memenuhi
dan menunjang keperluan perusahaan, yang berarti pula makin efektif.
•
Rasio layanan tertinggi adalah 100%, yang berarti
setiap kali pemakai memerlukan barang, selalu dapat dipenuhi dari persediaan di
gudang. Rasio layanan terendah adalah 0%, yang berarti tidak satu pun
permintaan barang dapat dipenuhi dari persediaan di gudang.
•
Jadi perhitungan rasio layanan adalah secara rata-rata
dari seluruh barang yang diminta dari gudang. Yang penting juga adalah seberapa
jauh persediaan di gudang dapat mengadakan barang pada waktu “betul-betul
diperlukan”.
•
Diatas disebutkan bahwa rasio layanan dapat dihitung
dari jumlah barang yang dapat dipenuhi disbanding dengan jumlah barang yang
diperlukan/diminta, tetapi juga dapat dihitung dari nilai barang tersebut.
Umumnya perhitungan dengan nilai barang ini lebih dikaitkan dengan pelaksanaa
anggaran dan kurang dikaitkan dengan kebutuhan nyata akan kelangsunan operasi
perusahaan. Kalau keduanya diperlukan, maka dpaat saja dihitung dengan dua cara
tadi, yaitu dari jumlah barang dan nilai barang.
•
Kedua perhitungan ini hasilnya akan sama. Selanjutnya,
kalau misalnya dalam tahun 2002 rasio layanan dihitung dan menghasilkan angka
rata-rata 96%, maka mengenai kinerja pengendalian persediaan dengan mudah dapat
dikatakan dan disimpulkan bahwa pengelolaan persediaan tahun 2002 lebih efektif
daripada tahun 2001.
•
Berapa sebetulnya tolok ukur yang idel untuk rasio
layanan ini? Apakah memang harus 100% untuk peningkatan setiap 1% tingkat
layanan di atas 95% diperlukan biaya yang besar sekali dibandingkan dengan
peningkatan setiap 1% di bawah angka 95%, sehingga menentukan rasio atau
tingkat layanan di atas angka 95% memerlukan pertimbangan yang sungguh-sungguh
matang
RASIO PERSEDIAAN SURPLUS DAN PERSEDIAAN MATI
Rasio persediaan surplus adalah rasio (perbandingan)
antara nilai barang di gudang yang dianggap surplus dan nilai barang
keseluruhan.Barang yang dianggap surplus adalah barang yang melebihi tingkat
persediaan tertentu yang ditetapkan oleh perusahaan. Tiap-tiap perusahaan
mempunyai formula tertentu, misalnya:
1.
Yang dianggap surplus ialah persediaan yang melebihi
dua tahun pemakaian
2.
Persediaan yang melebihi pemakaian selama 2x waktu
pembeliannya. Waktu pemesanan atau waktu pembelian adalah tenggang waktu yang
digunakan untuk memesan/membeli barang bersangkutan.
1.
Rasio Persediaan Surplus
Makin tinggi rasio persediaan surplus berarti makin
banyak barang yang berlebih sehingga pengelolaan persediaan makin tidak
efisien. Barang surplus adalah barang nyang sebenarnya masih dapat dipakai
untuk keperluan yang akan datang tetapi dianggap berlebihan dan barang ini
ditimbun dalam gudang. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut;
•
Yang disebut surplus adalah barang yang melebihi
pemakaian dua tahun
•
Jumlah persediaan barang A = 370 satuan
•
Pemakaian barang A selama 1 tahun = 158 satuan
•
Harga satuan barang A = USD5,00
Maka rasio surplus barang A = nilai barang surplus / nilai seluruh persediaan
=
(370 – 2 X 158) X 5 / 370 X 5
=
270 / 1850
=
14.6%
Perhitungan rasio surplus dapat dilakukan dengan cara
menghitung satu demi satu barang atau pos demi pos yang ada, dapat juga dengan
menghitung secara keseluruhan seperti contoh perhitungan berikut ini;
- Dihitung
barang demi barang
•
Nilai surplus barang A = USD25,500
•
Nilai surplus barang B = USD11,250
•
Nilai surplus barang C = USD 16,000
•
Barang-barang lain = tidak ada surplus
•
Nilai seluruh surplus = USD52,750
•
Nilai seluruh barang = USD290,000
•
Rasio surplus = 18.2%
- Dihitung
secara keseluruhan
•
Sama dengan data diatas, ditambah data berikut ini;
•
Pemakaian seluruh barang = USD150,000 / tahun
•
Definisi surplus = persediaan lebih dari 2 tahun
pemakaian
•
Tingkat persediaan = 23.2 bulan pemakaian
•
Rasio surplus = 0%
•
Dari contoh diatas dapat dikatakan bahwa secara
keseluruhan tidak ada surplus karena perhitungan seluruh item cukup hanya untuk
23.2 bulan pemakaian, tetapi kalau dihitung pos barang per pos barang, memang
ada surplus sebesar 18.2%.
2.
Rasio Persediaan Mati
Yang dinamakan
persediaan mati adalah bearing persediaan yang tidak ada kemungkinannya sama
sekali untuk digunakan lagi. Hal ini terjadi karena misalnya sisa persediaan
suku cadang yang peralatannya sudah dihapuskan dan tidak dioperasikan lagi tau
barang yang sudah tinggal guna karena ketinggalan teknologi dsb. Tetapi ada
juga perusahaan yang menentukan bahwa persediaan barang yang melebihi pemakaian
selama waktu tertentu, misalnya lima tahun dinyatakan dan dianggap sebagai
persediaan mati. Konsekuensi dari pernyataan persediaan mati biasanya adalah
bahwa barang bersangkutan dijual atau dibuan karena tidak ada gunanya
menyimpannya terus atau kalau disimpan terus akan menimbulkan biaya yang besar.
Rasio persediaan mati adalah perbandingan antara nilai persediaan mati dan
nilai seluruh persediaan barang. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut;
•
Yang disebut persediaan mati adalah barang-barang yang
tidak dapat / akan digunakan lagi
•
Barang-barang tersebut bernilai USD73,450
•
Nilai total seluruh barang persediaan = USD4,563,000
Rasio persediaan mati = (nilai
barang / persediaan mati) / Nilai seluruh persediaan
= USD73,450 / USD4,563,000
= 1.6%
Benchmark kinerja manajemen persediaan
•
Benchmark ialah ukuran kinerja perusahaan andalan
dalam bidang tertentu yang dapat dijadikan acuan suatu prusahaan. Sedangkan
benchmarking adalah proses pengukuran dan pembandingan kinerja perusahaan
sendiri dengan kinerja perusahaan andalan (benchmark), diikuti dengan analisis
dan usaha memperbaiki kinerja perusahaan sendiri meniru dan menuju pada kinerja
perusahaan unggulan tersebut. Berikut ini akan disampaikan beberapa contoh
benchmark mengenai kinerja pengelolaan barang khususnya pengendalian
persediaan.
•
Benchmarks Pengendalian Persediaan
Dikutip dari kumpulan Fluor Daniel (perusahaan
konstruksi dan rekayasa terkemuka dunia) dari 148 perusahaan di seluruh dunia
yang dianggap termasuk dalam penempatan teratas (top quartile) yang terdiri
dari industri;
1.
Store Turnover
•
Pengertian Store Turnover adalah “stock turnover is a
measure of the effectiveness of the parts and suppliers in the storeroom. A
higher number means that working capital is being exercised regularly. World
class plants have achieved turnover level well over 1.0”
Best of the best
Maintenance Benchmarks
•
Turnover ini adalah perputaran dari barang persediaan
yang berupa material umum dan suku cadang yang digunakan untuk pemeliharaan dan
bukan persediaan barang jenis komoditas dan bahan baku, bahan setengah jadi
maupun barang jadi. Turnover untuk bahan baku dan sebagainya dan bahan
komoditas akan disampaikan pada bagian terakhir.
2.
Stores Service Level
Stock services level is a measure of both inventory
accuracy and stockout events in which the inventory of stores units has been
depleted.
Targets that are based on the importance of the
inventory are commonly established for the measure;
Critical spares service level 99.5%
Normal spares service level 95.0%
Disini jelas dibedakan tingkat layanan untuk dua jenis
sukus cadang yang berbeda.Pembedaan ini penting karena menyagkut baik keamanana
maupun biaya.
3.
Dikutip dari Purchasing Performance Benchmarks yang
dibuat oleh Center for Advanced Purchasing Studies, USA.
Best of the best Maintenance Benchmarks
Warehouse Inventory (as a
percent of sales)
4.
Dikutip dari Handbook of Inventory Management (Robert
L. Janson) Turnover dari persediaan jenis bahan baku, bahan setetngah jadi,
bahan jadi dan komoditas dari berbagai jenis perusahaan di USA dan Jepang
sekaligus menunjukkan bahwa umumnya Jepang lebih berhasil dalam arti lebih
efisien dalam mengelola persediaannya. Dari 17 jenis indutri, hanya 3 industri
Jepang yang kalah dari USA, seperti table berikut ini;
Perbandingan Turnover Industri
Jepang dan USA
•
Perbandingan Turnover Industri Jepang dan USA
Laporan Untuk Manajemen
Tolok ukur kinerja agar mempunyai kegunaan yang
maksimum harus memenuhi beberapa ketentuan, baik dalam cara pencatatan, isi
pencatatan dan cara pelaporannya seperti berikut ini;
1.
Dicatat dengan lengkap, akurat, dan tepat waktu;
pencatatan dapat dilakukan dengan computer atau secara manual. Pencatatan perlu
secara lengkap artinya semua yang diperlukan dicatat. Data tidak hanya
menyangkut keadaan sekarang tetapi dapat juga kecenderungan selama beberapa
waktu terakhir dan mungkin prediksi kecenderungan masa mendatang.
2.
Dilaporkan kepada pihak yang memerlukan; laporan
biasanya dilakukan secara tertulis dan dibuat secara berkala. Pihak yang
memerlukan biasanya adalah manajemen yang terdiri dari pimpinan tertinggi,
manajer senior, manajer yunior ataupun penyelia langsung. Laporan harus dibuat
secara jelas, singkat, disertai data kuantitatif dan langsung ke inti masalah.
3.
Dilakukan evaluasi atas isi laporan; evaluasi yang
dimaksud disini ialah yang menyangkut penilaian apaka kinerja sudah / belum
memenuhi ketentuan atau target, ada kemajuan / kemunduran dsb. Evaluasi
menyangkut pula kesimpulan seperti apakah perlu tindak lanjut, apakah menunggu
dulu untuk melihat perkembangannya dsb. Laporan dalam bentuk kecenderungan
perkembangan evaluasi perlu juga dalam proses evaluasi ini. Unutk mempermudah
evaluasi, perlu juga disampaikan benchmark yang digunakan dan mungkin pula jadwal
dan perkembangan pencapaian benchmarking yang sedang dilakukan.
4.
Dilakukan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja
sekiranya diperlukan; tindak lanjut yang diperlukan biasanya menyangkut
langkah-langkah perbaikanatau percepatan perbaikan kinerja dsb. Langkah langkah
perbaikan dapat menyagkut prosedur, SDM, pengawasan, dsb. Kelemahannya yang
umum adalah kuat dalam laporan tetapi sangat lemah dalam tindak lanjut.
Mengenai laporan ke manajemen yang dimaksud adalah
laporan kinerja fungsi-fungsi berdasarkan tolok ukur yang sudah ditetapkan dan
dapat dibedakan, misalnya;
1.
Laporan Strategis ; adalah laporan yang bersifat
strategei artinya menyangkut atau sangat mempengaruhi hidup matinya perusahaan.
Laporan ini jumlahnya sangat terbatas dan sangat singkat, dan dilaporkan
langsung ke manajemen puncak. Contohnya adalah kelangkaan barang berjangka
panjang atau keluarnya peraturan pemerintah yang akan mempengaruhi kinerja
manajemen persediaan dan mungkin dapat membehayakan kelangsungan hidup
perusahaan. Laporan untuk manajamen puncak ini betul-betul harus dibatasi
seketat mungkin, jangan sampai hal-hal yang cukup mendapat perhatian /
keputusan manajemen tingkat menengah dilaporkan ke manajemen puncak.
2.
Laporan Manajerial; laporan ini bersifat manajerial,
artinya memerlukan perhatian manajer menengah. Jumlahnya juga terbatas dan
cukup dibuat secara ringkas. Contohnya adalah Turn Over Ratio dan Tingkat
Layanan untuk barang-barang penting dan startegis. Hal-hal detail yang tidak
perlu dilaporkan ke manajemen tingkat menengah ini jangan sampai dilaporkan
karena akan menghabiskan waktu mereka.
3.
Laporan Operasional; laporan lain yang sifatnya untuk
kepentingan operasional diperlukan oleh penyelia atau manajer setempat. Jumlah
laporan ini dapat lebih banyak. Dilaporkan secara berkala kepada penyelia
langsung atau dapat juga, apabila diperlukan, kepada manajer setempat.
Laporan-laporan yang termasuk disini adalah laporan lain diluar yang bersifat
strategis dan manajerial.